KETERAMPILAN HIDUP APA YANG SEHARUSNYA DIBANGUN?
- KJ89
- 6 Mar 2017
- 5 menit membaca

Di era informasi ini ternyata masih banyak orang tua dan guru-guru disekolah yang terus berkata, “Sekolah yang rajin biar bisa dapat kerja yang bagus, pangkatnya tinggi dan gaji-nya gede”
Dan masih sedikit orang tua yang berkata, “Sekolahlah biar menjadi seorang yang ahli belajar yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan berpenghasilan tinggi.”
Sebaiknya sekolah itu sebagai tempat anak-anak untuk menjadi ahli belajar. Untuk menjadikan seseorang ahli belajar, sekolah harus membuat suasana belajar yang menyenangkan, seperti taman bermain namun dipenuhi makna akan kehidupan yang sesungguhnya.
Seharusnya konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan sebaiknya diangkat kembali, dipahami dan diterapkan sebaik mungkin oleh para guru (banyak guru yang tahu dan kenal konsep ini, namun sangat disayangkan tidak semua guru benar-benar memahaminya):
ING NGARSA SUNG TULADHA (JIKA DI DEPAN MEMBERIKAN TELADAN)
Kalimat ini mengandung nilai keteladanan, pembimbingan dan pemanduan.
Pendidikan terbaik adalah melalui teladan yang baik. Sebagai orang tua dan guru seharusnya mampu memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya.
Anak-anak suka sekali meniru perilaku orang tuanya dan mereka lebih cepat belajar dan paham jika melihat tingkah laku dan bahkan pola pikir orang tuanya.
Sebagai seorang orang tua dan pendidik tentunya memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya.
ING MADYA MANGUN KARSA (JIKA DITENGAH-TENGAH ATAU SEDANG BERSAMA-SAMA MENYUMBANGKAN GAGASAN)
Mengandung nilai kreativitas dan pengembangan gagasan serta dinamisasi pendidikan. Kreativitas akan berkembang jika anak didik diberikan ruang untuk berbagi pandangan/pemikiran.
Tidak membatasinya! Biarkan mereka berbicara, jangan ditertawakan jika salah atau ga nyambung, biarkan mereka asbun (asal bunyi) dulu lalu arahkan pada topik yang benar.
Masa belajar adalah masa salah-salahan, kan namanya juga belajar jadi ga apa-apa dong kalau salah.
Tugas guru adalah membimbingnya dan mengarahkannya pada hal yang benar tanpa harus langsung men-judge (mengadili) anak didiknya salah atau mengatai, “jangan asbun dong!” Kalau sering mengadili tanpa membimbing sang anak malah jadi segan dan bahkan takut untuk mengungkapkan pendapat atau gagasannya. Jika seperti ini maka mental follower (pengikut)-nya akan mulai tumbuh dan menghambat potensi kepemimpinannya.
TUT WURI HANDAYANI (JIKA BERADA DIBELAKANG, MENJAGA AGAR TUJUAN PENDIDIKAN TERCAPAI DAN PESERTA DIDIK DIBERI MOTIVASI SERTA DIBERI DUKUNGAN PSIKOLOGIS UNTUK MENCAPAI TUJUAN PENDIDIKAN)
Mengandung nilai: memantau, melindungi, merawat, menjaga, memberikan penilaian dan saran-saran perbaikan, sambil memberikan kebebasan untuk bernalar dan mengembangkan karakter peserta didik.
Kalimat Tut Wuri Handayani lebih banyak dikenal dibandingkan dua konsep diatas, namun lagi-lagi tidak banyak yang tahu arti dan makna didalamnya.
Padahal negeri ini dibangun atas dasar yang kuat namun entah kenapa pengaplikasian konsep pendidikan yang luar biasa ini bisa dilupakan begitu saja?
Dan tahukah Anda? Bahwa konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam bukunya yang berjudul “SEKOLAH TAMAN SISWA” jadi referensi di Finlandia, yang kita kenal negara tersebut merupakan negara yang memiliki konsep pendidikan terbaik di dunia.
Di sini buku itu mungkin cuma dibaca doang (atau bahkan tidak dibaca sama sekali), tapi di Finlandia mereka sudah mempraktikkannya dan membuat dunia kagum!? O.O’
Oleh karena itu, saya coba berbagi dan mengingatkan kepada para pembaca melalui catatan ini yang saya dapatkan ketika saya mengunjungi perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (hehehe~saya meninggalkan perkuliahan dikampus saya baik waktu saya kuliah di UNISBA atau pun di UIN dan kabur keperpustakaan, aneh yah~ kalau mahasiswa lain kabur kuliah terus main ke mall atau main PS atau pacaran, saya malah main ke perpustakaan~ XDD)
Catatan ini saya ambil dari salah satu buku di perpustakaan UPI yang berjudul : KONSEP DAN MODEL PENDIDIKAN KARAKTER yang ditulis oleh Prof. Dr. Muchlas Samani dan Drs. Hariyanto, M.S buku ini diterbitkan oleh PT. Remaja Rosdakarya, berikut isi tulisan buku ini yang semoga bisa menambah wawasan kita mengenai konsep pendidikan dinegeri ini paska-kemerdekaan:
Ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, para bapak pendiri bangsa menyadari bahwa paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi:
MENDIRIKAN NEGARA YANG BERSATU DAN BERDAULAT
MEMBANGUN BANGSA
MEMBANGUN KARAKTER
Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama RI, Bung Karno bahkan menegaskan:
“Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter, karena pembangunan karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat. Kalau pembangunan karakter ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.”

Hal diatas merupakan sebagian dari kalimat pembuka dari buku tersebut yang begitu membuka wawasan saya mengenai betapa hebatnya visi para pendiri bangsa untuk membangun negeri ini. Namun, jujur saja selama 12 tahun saya sekolah + beberapa tahun kuliah (dan ga tamat) saya tidak merasakan karakter (yang menghebatkan saya di masa depan) saya benar-benar terbangun, malah-malah saya lupa isi pelajaran yang saya pelajari selama sekolah, yang saya ingat betapa repotnya harus mengerjakan PR, betapa khawatir dan cemasnya menghadapi ujian terutama ketika menghadapi ujian nasional, sampai-sampai harus membantu teman-teman yang entah kerasukan (kerasukan masal) atau histeris ketika masa ujian nasional tiba.
Mengapa pendidikan belum mampu mengubah perilaku warga bangsa menjadi lebih baik? Katanya pendidikan itu penting, lalu untuk kepentingan apa pendidikan itu jika sedemikian pentingnya? Apakah ijazahnya saja yang penting? Atau proses belajarnya? Jika proses belajarnya yang penting, mengapa character building bisa terlewatkan dalam proses belajar-mengajar?
Mengapa kejujuran, komitmen keuletan, kerja keras, integritas hingga kesalehan seolah lepas dari persoalan pendidikan? Mana yang menjadi fokus utama dari sistem pendidikan saat ini, kuantitas atau kualitas? Mengejar nilai tinggi atau sikap (attitude) yang baik? Bagaimana peran orang tua dalam perkembangan anaknya disekolah, apakah mereka bangga dengan nilai yang diraih anaknya atau mereka bangga dengan perilaku anak yang berakhlak mulia yang terlihat jiwa kepemimpinannya?

Melanjutkan kembali dari isi buku Konsep Dan Model Pendidikan Karakter dituliskan bahwa di negara-negara barat, di Amerika Serikat khususnya, pendidikan karakter berkembang karena dirasakan semakin lemahnya pengaruh keluarga terhadap anak-anak dan semakin kuatnya pengaruh teman sebaya, terjadinya kemorosotan moral, berkembang meluasnya penyalahgunaan narkotika, seks bebas, semakin ditinggalkannya nilai-nilai agama dan semakin banyaknya kriminalitas dan kekerasan yang pelakunya anak-anak di usia sekolah.
Lalu bagaimana dengan Indonesia saat ini?
Awal tahun 2015 Presiden Joko Widodo menyampaikan keprihatinannya karena peredaran dan pengguna narkoba di Indonesia sudah semakin parah. Ia menilai kondisi tersebut saat ini sudah masuk level darurat. Sebagaimana dikutip di (http://nasional.kompas.com/read/2015/02/04/10331931/Presiden.Jokowi.Indonesia.Gawat.Darurat.Narkoba)
“Ada sebuah situasi yang sudah sangat darurat. Semuanya harus kerja sama karena kondisinya menurut saya sudah sangat darurat,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan dalam pembukaan rakornas pemberantasan narkoba di Gedung Bidakara, Jakarta, Rabu (4/2/2015).
Jokowi menuturkan, berdasarkan data yang dipegangnya, kira-kira ada 50 orang di Indonesia yang meninggal dunia setiap hari karena penyalahgunaan narkoba. Jika dikalkulasi dalam setahun, ada sekitar 18.000 jiwa meninggal dunia karena penggunaan narkoba. Angka itu belum termasuk 4,2 juta pengguna narkoba yang direhabilitasi dan 1,2 juta pengguna yang tidak dapat direhabilitasi.
“Setahun meninggal 18.000 akibat narkotika, coba bayangkan,” ucap Jokowi.
Semakin jelaslah bahwa pendidikan karakter harus menjadi pondasi utama dalam membangun bangsa, setelah itu keterampilan hidup bisa diajarkan diatas karakter yang sudah dibangun dengan baik.
=================================================================================================


























Komentar